Bismillah Ar-Rahmaan Ar-Rahiim

Wednesday, September 26, 2012

Pandangan Sederhana dalam Proses Pendidikan

Salam...


Sedikit terlintas di dalam fikiran penulis akan pentingnya cara menyampaikan informasi dalam suatu proses pendidikan, dikarenakan terlalu banyak materi yang diberikan namun terkadang belum mengena kepada manfa'at dari apa yang kita dapatkan.

Sebagai contoh penulis coba sampaikan, begitu banyak materi di lembaga pendidikan formal yang disampaikan, banyak yang tidak sesuai dengan "seberapa butuh"-nya materi yang diajarkan tersebut bagi peserta didik. Ketika murid Kelas IV SD harus belajar PkN tentang lembaga-lembaga tinggi negara, wawasan tentang wakil rakyat, termasuk sekelumit tugas dan fungsinya. Belum lagi materi PLBJ yang menginformasikan tentang Jakarta, tapi tidak menitikberatkan kepada budaya dan sejarah Jakartanya. Ini hanya beberapa contoh lho, dari banyak materi pendidikan di tingkat SD yang pernah penulis temukan ternyata tidak tepat sasaran sesuai kebutuhan para peserta didik.

Penulis mencoba memberikan penapat yang mungkin ada manfa'atnya bagi para pembaca seputar materi pendidikan itu sendiri dan apa out-put utama yang menjadi bekal awal seorang peserta didik untuk tingkat berikutnya.


1. Berikan materi yang mendasar dan sampaikan penjabarannya dengan cara yang sederhana dan semenarik mungkin.

Materi Yang di ajarkan harus mempunyai tujuan untuk membekali para peserta didik akan pentingnya apa yang mereka pelajari pada saat itu. Contohnya seperti menghafal perkalian. Mengapa menghafal perkalian itu penting? Banyak permasalahan para siswa sa'at ini yang sudah kelas 6 SD belum hafal perkalian. Yang mereka lakukan sehari-hari setiap ada soal berhitung selalu saja menggunakan jari tangannya untuk menghitung berapa kelipatan dari  perkalian yang mereka coba cari tahu jawabannya. Karena menghafal perkalian sejak Kelas 3 SD yang belum di tanamkan oleh para pendidik di sekolah ataupun oleh orang tua di rumah, hal ini menjadi penghambat para peserta didik dalam membagi atau mengalikan suatu bilangan. Bahkan, mereka lebih senang berhitung dengan jari dan tangan mereka ketika mencari nilai dari suatu perkalian atau pembagian dari pada mereka berlatih menghafal perkalian yang sekaligus juga dapat menghafal nilai pembagiannya ( dalam kasus ini perkalian dari 1 s/d 10). 
Yang penulis coba sampaikan adalah, mengapa pendidikan menghafal perkalian pada tingkat SD untuk mata pelajaran Matematika ini yang sangat-sangat mendasar dan menjadi penentu lancarnya seorang peserta didik dalam menyelesaikan masalah berhitung dalam setiap materi yang diajarkan pada mata pelajaran matematika tidak di prioritaskan oleh pihak sekolah sebagai materi sederhana dan sangat mendasar untuk bekal pendidikan mereka pada tingkatan pendidikan berikutnya? 

Para pendidik seharusnya peka akan hal ini, namun proses ini tidak di lihat sebagai masalah dan selalu di anggap biasa. Berapa banyak para peserta didik dari kelas 3 SD s/d kelas 6 SD yang akhirnya mendapatkan nilai dibawah 6 hanya karena mereka belum lancar berhitung perkalian dan pembagian? Berapa banyak waktu mereka habis untuk menghitung kelipatan suatu perkalian dengan jari tangan mereka dari pada mereka bersemangat untuk menghafal perkalian (1 s/d 10 ). Penulis berharap para pendidik mulai peka dan melihat kekurangan ini sebagai penghambat proses berhitung para siswa, sehingga di masa mendatang masalah ini tidak lagi terjadi bagi siswa kelas 3 s/d kelas 6 SD.



2.  Apa yang dibutuhkan para peserta didik pada usianya, maka fokuskan kepada beberapa hal penting. 

Hal ini juga menjadi masalah dalam proses pendidikan. Begitu banyak materi pendidikan pada tingkatan sekolah dasar yang tidak sesuai dengan usia para peserta didik. Materi tentang ketatanegaraan sudah diajarkan secara gamblang pada tingkatan kelas IV SD. Apa urgensi-nya hingga materi itu dianggap penting? Belum lagi materi kelas 1 SD yang sudah diperkenalkan tentang surga & neraka serta seperti apa kematian itu dengan kemasan yang jelas-jelas di luar kemampuan berfikir para peserta didik.

Demikian pula dalam sajian buku pelajaran yang disiapkan; ada buku cetak dan ada buku lks (lembaran kerja siswa). Tidak sedikit soal-soal yang ada di buku cetak dan buku lks akhirnya hanya di isi sebagian, atau bahkan tidak di isi. Terkadang sudah dikerjakan tapi tidak diperiksa. Belum lagi ada soal lks yang perlu jawaban akhirnya saja (sangat-sangat bertentangan untuk pendidikan mata pelajaran matematika). Begitu mudahnya para pendidik membiarkan hal ini terjadi berlarut-larut, karena bagi penulis hal ini sama saja tidak menghargai usaha para peserta didik dalam mengerjakan tugas dari para pendidik. Kalau memang tugas lks itu tidak memberikan manfa'at bagi para siswa, seharusnya lks itu ditiadakan dan fokus kepada soal-soal latihan pada buku paket dan soal tambahan dari para pendidik. Bukan malah terus membiarkan ketidak-efektivan ini terus terjadi, bukankah pihak pendidik dan kemendiknas pendidikan dasar dan menengah ada program evaluasi dari hasil proses pendidikan belajar dan mengajar? Mereka para siswa di didik dengan memberikan wawasan yang mendasar namun mampu membuka wawasan yang lain, karena setiap bidang ilmu itu ada sangkut-pautnya. Mata pelajaran tidak perlu banyak, buku panduan tidak perlu banyak, tapi apa yang ada pada bahan ajar itu sebaiknya diprioritaskan untuk dikuasai oleh peserta didik dengan cara yang sederhana dan menarik perhatian para peserta didik itu sendiri

Fyuhhh... peserta didik seharusnya tidak terbebani oleh tugas-tugas sekolah, jika mereka menikmati apa yang mereka kerjakan dan mereka usahakan setelah mereka tahu apa manfa'at dan keuntungan dari apa yang mereka pelajari di sekolah. Pihak pendidik di sekolah juga seharusnya sudah mulai mengevaluasi diri dimana letak permasalahannya dan lakukan perubahan sebagai solusi berhasilnya pendidikan para siswa. Bukan membebankan ketidak-berhasilan kepada para siswa dan orang tua siswa. Orang tua siswa juga punya peran yang sangat penting untuk memberikan motivasi dan evaluasi kepada anak-anak mereka, agar anak tetap dalam lingkungan pendidikan yang sehat; baik di sekolah maupun di masyarakat.


Salam...


Jakarta, 26 September 2012


No comments:

Post a Comment