Bismillah Ar-Rahmaan Ar-Rahiim

Monday, November 28, 2011

Cerita Anak Didik Pekan Lalu

Pekan lalu murid-murid saya mendapatkan ulangan dari gurunya di sekolah. Kemudian saya tanyakan kepada mereka ulangannya apa saja. Kemudian mereka menjelaskan bahwa guru mereka tidak masuk 5 hari karena mempersiapkan soal untuk ujian semester. Makanya murid-murid saya di sekolahnya mendapatkan ulangan selama beberapa hari dari guru mereka yang dititipkan kepada penjaga sekolah untuk dibagikan. Ulangannya juga boleh melihat buku.

Saya merasa ini sesuatu yang tidak masuk akal. Apakah karena mau membuat soal ujian semester, guru tersebut izin tidak masuk mengajar murid-muridnya di sekolah hanya dengan alasan demikian? Sementara guru-guru yang lain tetap hadir di sekolah seperti biasa untuk mengajar.


Apakah pantas tindakan guru tersebut? Jujur saja saya sangat tidak setuju. Bagi saya ini sama saja dengan menelantarkan para peserta didik yang seharusnya dapat berkomunikasi dengan guru mereka untuk mendapatkan pengarahan dalam belajar.


Bagi saya, membuat soal ujian semester  sebagai alasan bagi guru tersebut untuk tidak hadir ke sekolah mendidik murid-muridnya adalah alasan yang mengada-ada, sesuatu yang tidak pantas tapi di buat menjadi pantas. Itu sama saja dengan guru yang tidak bertanggung jawab kepada murid-muridnya.


Bisa dibayangkan, jika ada oknum guru seperti dia melakukan hal yang sama. Hendaknya ini menjadi contoh yang tidak pantas ditiru dan dilakukan bagi kita sebagai pendidik generasi bangsa.


Jakarta, 28 November 2011

Monday, November 21, 2011

Guru Sebagai Pendidik Menurut Pengalaman dan Pandangan Saya (II)

Sosok guru sebagai panutan para siswa hendaknya memberikan pendidikan yang positif; baik saat mendidik maupun saat tidak mendidik. Hal ini menurut saya menjadi sangat penting, karena contoh yang baik akan membentuk karakter dan perilaku siswa yang baik pula. Jika di sekolah guru tidak memberikan pengajaran yang baik, maka para siswa akan mencari panutan yang menurut mereka layak untuk mereka ikuti.

Kita bisa melihat kondisi hari ini, para siswa lebih mengidolakan sosok orang-orang yang sudah terkenal dari kalangan dunia hiburan. Lalu, apa dampaknya bagi para siswa yang mengidolakan para "selebritis" dunia hiburan tersebut? Yang pasti, mereka akan mencari tahu segala sesuatu yang ada pada diri "selebritis" yang mereka idolakan; apakah itu riwayat hidup semasa kecil, kebiasaan mereka, cara berpakaian, makanan kesukaan, dan hal-hal lain seperti, mengumpulkan poster sang idola, meniru penampilan mereka (baju, celana/rok, rambut, cara bicara, make-up, dll), hingga berupaya ingin bertemu dan memberikan kado kepada idola mereka. Kita bisa melihat, ketika para "selebritis" idola mereka muncul di tv dan atau di panggung, mereka begitu "histeris" seperti orang yang "ter-hipnotis" oleh idola mereka.

Kebiasaan anak usia Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) misalnya, hingga mampu menghafal dengan menyanyikan lagu orang dewasa yang sering mereka dengar sehari-hari dari media audio dan visual. Begitu antusiasnya mereka di didik dengan sesuatu yang sebenarnya tidak layak untuk mereka dapatkan dan mereka tiru. Juga peniruan kata-kata yang tidak layak mereka ucapkan dari sosok pemeran film atau sinema elektronik yang mereka saksikan di media televisi, semua terjadi akibat pendidikan di sekolah dan di lingkungan yang tidak mampu menjaga mereka dari kebiasaan yang tidak baik.

Besar Harapan kita semua, sosok Guru yang memberikan contoh dan teladan serta pengajaran yang baik terus meningkat, dalam rangka memberikan kaderisasi bagi para penerus bangsa dalam bentuk pendidikan sehat dan tertata sesuai kebutuhan mereka sejak usia dini hingga mereka mampu mandiri untuk tampil di lingkungan sebagai sosok Guru yang menjadi idola bagi masyarakat.


Dengan demikian, kita tidak terlalu khawatir akan pembentukan karakteristik para peserta didik terhadap pengaruh kehidupan sosial dan budaya tidak baik yang mampu mengalihkan perhatian mereka dalam proses mencari siapa yang layak mereka jadikan panutan dan siapa yang semestinya mereka idolakan selama sosok Guru mampu memberikan teladan yang baik, pendidikan yang baik, serta pengalaman yang positif kepada para siswa hingga mereka tidak berpaling kepada sosok idola yang dapat berdampak tidak baik untuk pertumbuhan dan perkembangan karakteristik serta perilaku mereka di masa depan.


Jakarta, 21 November 2011





Friday, November 18, 2011

Guru Sebagai Pendidik Menurut Pengalaman dan Pandangan Saya (I)

Saat bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK) saya mengenal sosok beberapa guru; ada yang ramah, ada yang selalu serius, ada yang ceria, ada yang tegas, dan ada yang suka membuat tertawa. Tidak ada yang marah, karena begitulah adanya

Saat bersekolah di Sekolah Dasar (SD) saya mengenal sosok guru; ada yang ramah, periang, suka membuat murid tertawa, suka bercerita, suka serius, ada yang agak pendiam, ada yang tegas dan disiplin, ada yang sewenang-wenang dan semaunya, dan ada juga yang sampai melakukan tindakan fisik kepada murid untuk mengajarkan kedisiplinan kepada muridnya.

Saat bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) saya mengenal sosok guru yang suka bercanda dan ramah, serius hingga susah senyum, bahkan ada yang serius tanpa senyum, ada guru yang senang bercerita, ada guru yang selalu memberi perintah menyalin, merangkum, dan menyimpulkan isi buku cetak yang sebenarnya sudah ada dibuku tersebut. Ada juga guru sebagai kepala sekolah yang melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap muridnya, ada guru yang ngambek sampai kami para siswa di kejar-kejar di lapangan basket dengan sapu hanya karena kami terlambat berbaris, hingga ada guru yang tiba-tiba marah dan melempar kami dengan  bola sambil mengejar kami hanya karena ada beberapa sahabat kami yang tidak serius dalam berlatih olah raga.

Saat bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) saya mengenal sosok guru yang memang hadir di kelas untuk mengajar tanpa ada bertanya tentang hal lain sampai jam pelajaran selesai lau beliau kembali ke ruang guru, ada sosok guru yang jarang mengajar (tidak hadir/bolos) bahkan dalam 1 bulan hanya mengajar 2 kali, tapi begitu ada praktikum malah minta uang pengadaan alat kepada tiap siswa di 3 kelas, namun yang di beli hanya 1 paket alat saja untuk perhitungan 1 kelas, yang seharusnya alat itu berjumlah 3 kali dari jumlah siswa yang ada dari 3 kelas tersebut. Ada sosok guru yang memang ditakuti, hingga para siswa ketakutan jika di perintahkan ke depan kelas untuk mengerjakan soal. Ada juga sosok guru yang aneh dimata saya, yang setiap mengajar selalu mencari kesalahan para siswa hingga kami dimarahi tanpa alasan yang tidak benar (senang menuduh tanpa sebab) sampai ada beberapa siswa yang ia usir ke luar padahal siswa tersebut tidak salah, ditambah lagi guru itu hanya memberi nilai yg bagus kepada murid yang les dengan-nya. Ada lagi sosok guru yang super cuek tanpa peduli siswanya sudah pada masuk semua atau belum, hingga pernah di dalam kelas hanya ada 13 siswa dari 50 siswa beliau tidak bertanya kemana para siswa yang lain. Ada juga sosok guru yang memang serius dan disiplin dalam mendidik, juga dapat menempatkan diri sebagai sahabat. Ada juga sosok guru yang memang sangat bersahabat dengan para siswa, hingga beliau itu lebih tepat sebagai teman, meskipun dalam mendidik waktunya tidak begitu lama, tapi setidaknya beliau mengerti akan kebutuhan para siswa berkenaan masalah pergaulan di lingkungan masyarakat.


Jakarta, 18 November 2011

Sunday, November 6, 2011

Anak Didik Yang Mau Belajar

Salam...

Sebenarnya tulisan ini banyak dialami oleh para pendidik saat menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik. Sedikit saya ceritakan bagaimana perilaku murid-murid ditempat saya mengajar. Saat ini dari 4 murid yang saya didik semuanya memiliki kesamaan kebiasaan, yakni ingin cepat selesai mengerjakan tugas, mengerjakan latihan, dan ingin cepat pulang. Lalu kebiasaan mereka yang lain juga sering berbicara saat belajar, sering menggambar di buku, atau mencoret meja belajar mereka. Terkadang ada yang malah mengobrol dengan teman yang lain dari pada memperhatikan.

Ini merupakan pengalaman saya selaku pendidik yang dulu juga pernah saya alami ketika saya masih bersekolah. Setiap orang pun mungkin mengalami hal demikian, entah itu pengalaman pribadi atau pengalaman dari teman-teman sekolahnya.

Selaku pendidik saya tetap berdo'a dengan pengabdiaan saya selaku pendidik yang menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik bagi peserta didik yang kita ajar. Karena do'a berbentuk pengabdian untuk perbaikan dalam rangka mendidik peserta didik yang berperilaku baik dan memiliki kecerdasan yang tinggi adalah perbuatan mulia yang dapat dilakukan oleh setiap orang yang memiliki tujuan yang benar.

Saya juga tidak pernah memarahi mereka, karena saya masih melihat apa yang mereka lakukan bukanlah tindakan tercela, melainkan suatu spontanitas yang mereka dapatkan dari pembelajaran mereka di lingkungan hidup mereka; baik di keluarga, sekolah, dan masyarakat. 

Saya yakin, suatu saat ada waktu dimana mereka memikirkan kembali perjalanan kehidupan mereka saat mereka mendapatkan pengajaran yang baik dan benar dari para pendidik yang ikhlas mendidik mereka sejak kecil untuk kemajuan bangsa ini. Karena pendidikan yang baik akan memperlihatkan kualitas generasi penerus yang mau di ajak bersama-sama membangun bangsa ini kepada kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.

Jakarta, 06 November 2011

Wednesday, November 2, 2011

Anak-anak Didik dan Kebiasaannya


Salam...


Hari ini saya kembali mengajar murid-murid les, meskipun mereka datang terlambat, tapi durasi mendidik tetap antara satu setengah jam s/d dua jam. Apa yang unik dari mereka berkenaan dengan kehadiran saat les mau di mulai? Ya, tentu saja semuanya punya cerita. 

Biasanya saat saya tiba, ada yang sudah terlebih dahulu duduk di ruangan, ada yang sudah datang tapi masih menyempatkan diri untuk bermain bola, dan ada juga yang belum hadir sampai saya harus menelepon orang tuanya :)

Nah, apa yang unik dari mereka? Ada nih yang membuat orang tuanya pusing, yakni ketika 3 orang anak didik saya tidak ada di tempat les; ada yang sedang main bola, ada yang sedang main PS (Playstation) dan ada yang di warnet main game online. Biasanya murid yang 1 lagi sibuk deh mencari temannya lagi main dimana, begitu juga orang tua mereka pada nyariin. Begitu yang satu ketemu, yang nyari malah belum datang. Akhirnya pada saling mencari. Kalau sudah begini, waktu 30 menit dihabiskan untuk mencari teman-temannya.

Setiap pertemuan sering saya ingatkan kepada peserta didik, untuk lebih memperhatikan pelajaran di sekolah dengan melatih diri untuk mengulang pelajaran atau membantu orang tua sebelum berangkat les. Saya juga mengingatkan mereka agar tidak main ke warnet, game online, atau playstation. Tapi demikianlah adanya, selama orang tua mereka memberikan uang  untuk hal tersebut, mereka tidak akan pernah berhenti. Saya sering memberikan cerita dari pengalaman saya, dan saya juga menyarankan kepada mereka lebih baik menabung dari pada uangnya habis untuk kesenangan sesaat yang tidak ada akhirnya.


Semoga mereka dapat berubah ke arah yang lebih baik, begitu juga dengan peserta didik dimanapun mereka berada.


Jakarta, 02 November 2011

Tuesday, November 1, 2011

Melatih Diri Bersikap Santun

Salam....


Tidaklah mudah menciptakan suatu kebaikan di dalam diri kita, karena kemudahan itu ada pada proses dari keinginan kita untuk mewujudkannya. Niat memang menjadi awal setiap tindakan manusia, oleh karenanya perlu latihan yang rutin dan terus menerus agar kita dapat mewujudkannya.


Orang tua kita sering mengajarkan kita untuk bersikap santun terhadap orang lain. Baik dengan lisan maupun perbuatan. Kesantunan yang dicontohkan orang tua kita adalah pelajaran yang sangat berharga untuk kita. Demikianlah yang saya rasakan saat ini, ternyata kesantunan itu menjadi contoh yang tidak ternilai untuk saya contohkan kepada orang lain.


Beberapa murid di tempat saya mendidik adalah anak-anak yang hidup dilingkungan rumah  kontrakan yang terbilang cukup padat. Mereka terlahir dilingkungan yang ramai dengan beragam perilaku masyarakatnya; baik dari ucapan maupun perbuatannya. Dari apa yang saya amati; diantara murid-murid saya ada beberapa yang sering menggunakan kata-kata yang kasar dan tidak enak di dengar.


Peran orang tua memang sangat dominan dalam membentuk anak berperilaku santun terhadap siapapun; baik dengan keluarga, dengan teman sekolah, maupun masyarakat dimana dia beradaptasi dilingkungan.


Demikian juga peran para pendidik, mereka juga bagi menjadi contoh bagi peserta didik; baik ucapan dan perilaku yang diajarkan, maka anak didik menjadi anak yang mampu beradaptasi dalam lingkungan apapun. Selama pengajaran yang baik di keluarga, lingkungan tempat tinggal dan di lembaga formal mereka dapatkan, InsyaAllah ke depan bangsa Indonesia akan melahirkan generasi masa depan yang berperilaku Santun terhadap lingkungannya.




Jakarta, 01 November 2011