Bismillah Ar-Rahmaan Ar-Rahiim

Wednesday, June 17, 2015

Shaum, Masa Evaluasi Para Mu'min Mengabdi Kepada Rabb-nya


Shaum itu latihan/evaluasi tahunan, sama seperti kita sekolah, kuliah, dan bekerja. Cukup 1 bulan saja, untuk 11 bulan masa ujian berikutnya. Jangan diartikan sebagai penebus dosa untuk 11 bulan yang telah berlalu.

Bulan Ramadhan bukanlah bulan mencari pahala yang banyak. Mohon di ingat, hidup bukan untuk mencari pahala, melainkan untuk bermu'amalahdan berbuat baik kepada makhluk hidup dan se isi alam semesta ini. Bermu'amalah itu waktunya selama kita hidup, tidak harus menunggu waktu A, B, atau C. Urusan pahala, itu sudah ada petugasnya, yakni Malaikat. Demikian pula urusan dosa, juga sudah ada petugasnya. Percayakan kepada malaikat, catatannya pasti benar. Coba sesekali yang di hitung itu dosa, jangan pahala. Mungkin akan ada perubahan yang besar pada diri kita.


Hari biasa, ketika kita sedang tidak makan, lalu ada orang yang makan. Apakah kita memaksakan diri juga untuk makan hanya karena orang lain makan? Apakah kita melarang orang tersebut makan hanya karena kita tidak makan? Apakah ketika kita sedang lapar lalu makan, kemudian si miskin yang sedang kelaparan melihat kita makan menghampiri kita dan marah-marah untuk melarang kita makan? 

Sebegitu sesakkah akal, hati, dan hawa nafsu ini melihat orang yang sedang makan sementara kita sedang Shaum di Ramadhan yang Suci ini?


Yang namanya evaluasi/latihan tentu ada test case-nya, jadi wajar kalau test case itu dibuat bersahaja, agar saat ujian nanti di 11 bulan berikutnya hal tersebut tidak menjadi masalah bagi diri kita.


Kalau latihan/evaluasi 1 bulan ini saja kita sudah banyak mengeluh, bagaimana dengan ujian di 11 bulan mendatang?

Maka pantaslah terlihat dengan jelas, jika kehidupan kita hari ini belum berubah kepada keadaan yang lebih baik, karena ada sesuatu yang perlu dibenahi dalam pemaknaannya.

Saturday, December 7, 2013

Temuilah Kaum Dhu'afa!

Temuilah kaum Dhu'afa, disana ada berkah dari Allah Swt kepada diri setiap hamba yang mencintai saudaranya. Kaum Dhu'afa itu seperti butiran-butiran emas yang di selimuti cadas keras jauh di dalam perut bumi. Jangan lupakan mereka, karena dari sanalah manusia belajar memaknai kehidupan yang sesungguhnya. Jika kaum Dhu'afa saja punya hati yang bersih dan perilaku yang terpuji, mengapa kita angkuh dan sombong untuk mencontohnya.

Di mata Tuhan, manusia diberikan kesempatan untuk memenuhi hajatnya. Tiada perbedaan di antara kaum Dhu'afa dan kaum lainnya. Dengan segala keterbatasannya, sungguh banyak kaum Dhu'afa yang sanggup melalui kehidupannya dengan cara yang mulia dibandingkan kaum yang lain. Demikianlah mengapa Allah memuliakan kaum Dhu'afa; bukan karena kepemilikan materinya, melainkan karena kedermawanannya untuk selalu bersikap arif dan bijaksana. Mereka belajar dari kepahitan hidup, namun tidak terperngaruh oleh gemerlapnya kehidupan kaum materialis.

Kaum Dhu'afa tiada pernah membuat sekat yang membatasi diri mereka dengan kaum yang lain, dan tidak pula berupaya menebar kesenjangan. Betapa mulianya kaum Dhu'afa yang mau merajut keakraban sebagai sesama makhluk Tuhan. Di balik selimut kehidupan dunia yang serba terbatas, kaum Dhu'afa tetap setia menghampiri Tuhan-nya pada waktu-waktu tertentu.

Hadapilah kaum Dhu'afa sebagai kaum yang memiliki nuur bagi kaum yang masih diselimuti kegelapan duniawi. Jadikan mereka sebagai pembuka pintu taubat kembali ke Jalan Ilahi. Bangunlah, dan berdirilah bersama-sama kaum Dhu'afa memenuhi seruan-Nya. Tuhan tiada menunjuk seorang manusia menjadi beriman, melainkan karena ia mau patuh kepada Tuhan atas dasar keyakinan yang ia jalani di dalam kehidupannya. Kaum Dhu'afa dapat hidup dengan baik karena mereka percaya akan hari akhir yang telah di janjikan Rabb-nya. Hendaknya kaum materialis belajar dari Kaum Dhu'afa yang telah menjembatani mereka dengan Tuhan-nya, berbuat kebajikan hingga akhir hayatnya.
Kaum Dhu'afa tiada akan pernah memadamkan cahaya Ilahi, karena mereka mempunyai perjanjian yang nyata dalam jiwa dan raga memenuhi seruan-Nya.


Perihal Menyusui Anak Bayi Dalam Islam

Salam...

Di surah Al-Baqarah (2) ayat 233 di katakan: "ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna......"


ini artinya: jika ingin sempurna menyusui anaknya, di beri batasan hingga usia anaknya 2 tahun. berarti boleh menyapih anaknya untuk tidak disusui lagi, dan tidak ada dosa atas keputusan tersebut.


dengan syarat:ada musyawarah antara ayah dan ibunya dikarenakan sesuatu hal yang patut di perhatikan. Termasuk para ahli warisnya juga wajib memenuhi hal tersebut.


Jika ingin menyusukan anaknya kepada orang lain, maka tidak ada dosa atas orang tua  mereka jika memberikan pembayaran yang patut kepada perempuan yang menyusukan anaknya tersebut.



di surah Al-Ahqaaf (46) ayat 15: ".........Masa mengandung sampai menyapihnya selama 30 bulan. ......."


Jika dihubungkan informasi di surah Al-Baqarah (2) ayat 233 dengan surah Al-Ahqaaf (46) ayat 15, ternyata benar sempurna adanya:


penjelasannya begini:


Allah menetapkan ibu-ibu menyusui anaknya hingga 2 tahun (24 bulan) untuk kesempurnaan. Namun boleh menyapihnya sebelum usia anaknya 2 tahun (24 bulan)


Jika di surah Al-Ahqaaf (46) ayat 15 Allah mengatakan bahwa masa mengandung hingga menyapih anaknya yg disusui selama 30 bulan (2 tahun + 6 bulan).


Secara matematis hal ini benar adanya; bahwa bayi bisa saja lahir saat usia kandungan 6 bulan atau kurang dari 6 bulan, yang jika di tambah dengan 2 tahun menjadi sempurna selama 30 bulan sejak masa mengandung hingga usia penyapihan anak dari susuan ibunya.


Atau normalnya mengandung selama -/+ 9 bulan yang jika di tambahkan dengan usia menyusui 21 bulan akan sempurna menjadi 30 bulan.



Memang kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT, dan hanya Allah SWT yang Maha Tahu atas segala rahasia di alam semesta ini. Namun Allah SWT memberikan toleransi atas ketetapan-Nya (suatu kewajaran) sebagai pelajaran bagi kita semua, bahwa kesempurnaan itu atas Kehendak-Nya pula. 


Ada yang lahir prematur (usia kandungan kurang dari 6 bulan) namun Allah berikan toleransi menyusui anaknya hingga usia anaknya 30 bulan terhitung sejak anaknya hadir di rahim ibunya.


Ada yang lahir lebih dari usia kandungan 9 bulan bahkan 1 tahun, maka Allah SWT memberikan toleransi bagi mereka untuk disusui oleh ibunya hingga usia 30 bulan atau 2 tahun 6 bulan sejak ia hadir di rahim ibunya. Artinya anak tersebut masih diberikan izin oleh Allah untuk disusui hingga 1 tahun dan 6 bulan sejak ia lahir.


Rahasia dari perhitungan yang Allah SWT berikan itu adalah:Bahwasanya kesempurnaan perhitungan itu adalah bagaimana seorang ibu menyempurnakan bilangan yang Allah SWT tetapkan di dalam Al-Qur'an. Seorang anak bisa saja lahir di usia 4 bulan/ 5 bulan/9 bulan/ hingga 1 tahun, karena itu adalah kuasa Allah SWT, namun Allah SWT memberikan toleransi kepada orang tua mereka untuk menyempurnakan proses itu dari apa yang telah Allah SWT tuliskan yakni 30 bulan sejak ia hadir di dalam kandungan hingga ia disapih dari menyusui, atau sempurnanya selama 2 tahun menyusui.



Sempurnanya tugas seorang ibu dan dukungan ayahnya dari memelihara anaknya sejak ia hadir di dalam rahim ibunya hingga ia disapih hingga usianya 2 tahun atau 30 bulan sejak ia hadir di dalam rahim ibunya hingga ia disapih dari menyusui adalah ujian dari Allah SWT kepada orang tua mereka untuk memenuhi bilangan-bilangan yang telah Allah SWT tetapkan untuk di lengkapi.


Salam...

Jakarta, 8 November 2013

Sunday, September 29, 2013

Ilmu


Salam...


Ilmu, sosok yang wujud namun tidak dapat di lihat dan di pegang. Ilmu hanya dapat di pelajari, di yakini dan dimanfa'atkan. Wujudnya yang Ghaib menjadikan Ilmu sebagai sesuatu yang sangat penting untuk "dikuasai"; dengan mempelajarinya, kita dapat merasakannya.

Ilmu, pemberian Allah yang tidak pernah di khawatirkan manusia ketika ia datang dan pergi.
Ilmu, tidak membuat manusia putus asa ketika jumlahnya tidak bertambah di dalam diri.
Ilmu, dianggap sebagai sesuatu yang cukup di pelajari dan di fahami tanpa di manfa'atkan.

Kebanyakan orang tidak merasa sedih ketika ilmunya tidak bertambah.
Kebanyakan orang tidak merasa rugi ketika ilmunya berkurang.
Kebanyakan orang tidak merasa menyesal ketika ia tidak berusaha mencari ilmu untuk kebutuhan hidupnya. 

Dengan Ilmu, manusia lebih memahami akan arti hidupnya
Dengan Ilmu, manusia lebih memahami  akan kegunaan kemampuannya
Dengan Ilmu, manusia mampu menjaga diri dari perilaku yang buruk
Dengan Ilmu, menjadikan hidup manusia penuh dengan manfa'at kebaikan
Dengan Ilmu, manusia dijauhkan dari godaan syaitan; hasutan, fitnahan, perilaku, dan kata-kata yang sia-sia.

  
Jakarta, 29 September 2013



Salam...

Friday, September 6, 2013

Menjadi Pedagang Jujur Memang ga Gampang, Tapi Lebih Sulit Lagi jika Menjadi Pedagang Pembohong

Salam...



Kali ini ada selembar catatan harian saya sebagai pembeli dan juga sebagai penjual. Mungkin dari teman-teman pembaca juga banyak mengalaminya, bahkan punya cerita dari pengalamannya yang lebih menarik dari apa yang saya coba tuliskan.

Sebagai seorang pedagang (katakanlah penjual) punya keinginan yang begitu besar agar dagangannya bisa di jual dengan untung yang besar. Namun pada kenyataannya, keuntungan yang besar tidak dibarengi dengan kejujuran seorang penjual. Hal ini sering saya alami; mulai dari menjual dagangan yang sudah kadaluarsa, rusak, basi, sampai kepada kecurangan masalah timbangannya yang tidak pas(ti), maksudnya ya itu dia; tidak pasti pas-nya atau tidak pas di hati :)

Begitu gampangnya orang berbuat curang, bahkan curangnya sudah diniatkan sejak awal berdagang demi meraup keuntungan. Anehnya lagi, dengan pede-nya mereka curang di depan para pembeli.

Contohnya saja nih, beberapa bulan yang lalu saya pernah membeli jeruk medan di pinggir jalan pasar lembang Ciledug Kota Tangerang. Karena penasaran dengan harganya yang murah (maklumlah, tipe suami yang tahu sedikit banyak harga dangangan :) ). Di tulis harganya 10 ribu rupiah/kg, padahal di pasar buah Pasarebo saat itu di jual dengan harga 15 ribu rupiah/kg. Akhirnya saya pilih-pilih deh buah jeruk yang manis (maklum sudah terlatih memilih buah jeruk yang manis biasanya kulitnya mengkilat dan bagian atasnya empuk, tidak keras). Dan saya juga sdh tahu berapa takaran berat 1 kg, ga hanya jeruk lho, biasanya beli salak pondoh juga pas 1 kg saat di timbang. Begitu saya timbang (karena murah ya saya beli 2 kg). Eh, begitu di timbang kok beratnya lebih hampir 3 kg ya. Kata saya dalam hati ini ada yang ga bener nih. Karena sudah niat membeli dan ga mau ambil ribut (dengan pengalaman takaran berat tadi), akhirnya saya bayar deh ke ibu tersebut 20 ribu rupiah.

Karena penasaran, begitu sampai di tempat mertua saya timbang lagi jerung yang 2 kg tersebut, dan ternyata memang benar, beratnya ga sampai 1,5 kg. 

Pengalaman yang berikutnya ya barusan nih sebelum menulis tulisan ini. Tadi baru pulang dari tempat teman di Pasar Minggu. Niatnya mau beli buah jeruk di Pasar Minggu. Karena males beli di Pasar Minggu yang kini disepanjang jalannya banyak mobil Sat-Pol PP :) , akhirnya saya beli jeruk di Pasarebo.

Begitu berhenti di tempat pedagang buah di pinggir jalan Pasarebo, saya tanya harganya berapa, si mbak-nya bilang "yang diatas 15 ribu, yang dibawah 13 ribu". Terus saya lihat yg 13 ribu/kg jeruknya sdh ada yg agak layu. Akhirnya saya beli yang 15 ribu/kg saja (saya beli 2 kg), anehnya kalau kita yang beli ya kita yang milih buahnya dong, kalau ini si mbak-nya main pilih sendiri saja. Dan di situ mulai deh triknya, buah jeruk yang di atas yg besar-besar dia ambil dibagian belakang (yang saya tahu ukurannya kecil sama seperti yang di bawah), begitu saya lihat dia baru ngambil yg besar-besar di bagian depan. Terus dia sempat ambil jeruk yang di kardus disamping dagangannya yang ukurannya saya lihat yg ukuran kecil, tapi dengan pede-nya dia bilang "ini sama aja dengan yang di atas, cuma belum di pajang aja, kepenuhan tempat". Ketahuan deh trik dangangnya. Karena saya sudah males di bohongi oleh pedagang yang tidak jujur, ya biar Tuhan saja yang mengadili :). 

Begitu sampai di rumah saya coba cek buah jeruk yang tadi saya beli, bener kata hati saya, yg besar-besar hanya 1/3 bagian dari yang saya beli.

Ya begitu deh yang namanya manusia, kalau sudah niat ga jujur dalam berkata dan berbuat, sampai kapanpun, demi yang namanya keuntungan (materi/non-materi) mereka ga bakalan pernah berhenti untuk berbohong. Ya seperti yang tadi saya katakan, ga jujurnya kok kebangetan banget, ga jujur tapi ketahuan ga jujurnya.

Saya dan istri juga pedagang, meskipun untungnya tidak banyak (secara materi) tapi saya dan istri jujur dalam berdagang; kalau dangangannya ga bagus yang bilang barangnya sudah tidak bagus. Kalau ada tanda kadaluarsanya tinggal di infokan masa kadaluarsanya kapan, agar konsumen ada pertimbangan untuk membeli. Hingga masalah ongkos kirim juga kami kasih tahu apa adanya (tidak mengambil keuntungan dari ongkos kirim).

Intinya ya jujurlah dalam bertransaksi, karena bagi saya dan istri kepercayaan dari konsumen kepada kami menjadi modal hidup kami untuk kehidupan di dunia dan juga di akhirat. Keuntungan secara materi; banyak atau sedikit itu pasti akan habis. Sayangnya, hal ini tidak dijadikan prinsip berdagang yang positif bagi sebagian pedagang.

Pembeli mungkin bisa di bohongi (terlepas mereka tahu atau tidak), tapi Tuhan kan ga tidur. Pesan buat teman-teman dan sahabat pembaca barangkali hanya mengingatkan saja, terutama buat diri saya pribadi beserta istri agar senantiasa jujur dan lurus dalam bertransaksi; baik sebagai pedangang/penjual, maupun sebagai konsumen/pembeli.



Salam...




Jakarta, 06 September 2013




Sunday, August 18, 2013

Haru Dalam Sadar Memaknai Perintah Ilahi


Salam...



Sejenak penulis kembali dan kembali membuka lembaran Wahyu Ilahi, sengaja membaca apa yang telah di Wahyukan-Nya. Menela'ah satu demi satu dari terjemahan yang tertulis. Penulis selalu berfikir dan berkata di dalam hati "apa yang kita cari?", "apa yang kita dapatkan?", dan "mengapa kenyataanya selalu bertentangan dengan Perintah-Nya?".

Terkadang dan bahkan sering kali penulis lupa akan Perintah Ilahi, meski penulis sering membaca perintah-Nya. Ternyata, kesadaran untuk menala'ah dan memaknai Ilmu-Nya tidak cukup sekendak hati kita. Demikian yang penulis rasakan. Manusia sering luput dari kewajibannya, ketika kesenangan dunia mulai menghampirinya.

Dalam keheningan, penulis bisa berfikir jernih; Memaknai hari-hari yang telah dilalui, belajar mengevaluasi diri. Hanya itu yang dapat penulis perbuat hari ini, dari sekian banyak ke-alpaan yang telah penulis lakukan; baik di sengaja atau pun tidak.

Ketenangan bathin itu diperlukan untuk menguatkan keinginan diri menelaah Wahyu Ilahi. Belajar mengikuti seruan-Nya tentu tidak ada  `kata terlambat`. Allah pasti memberikan kesempatan kepada hamba-hamba-Nya yang sadar akan kebesaran-Nya untuk memperbaiki diri yang belum bersih.

Kebanggaan menjadi seorang mu'min bagi penulis sangatlah penting. Namun hal itu hendaknya dituangkan di dalam 'amal ma'ruf nahi mungkar saja, bukan untuk mencari perhatian orang lain. Karena Islam bukanlah tempat berbangga dan bermegah-megah, melainkan tempat untuk berkarya dengan memberikan pengajaran dan nasihat yang baik.

Pembelaan terhadap perintah Ilahi, keta'tan, dan siap memberikan perlindungan kepada orang-orang yang lemah menjadi pegangan hidup penulis. Atas apa yang telah penulis pelajari selama ini.


Semoga Rabb Yang Maha Suci melimpahkan Karunia-Nya, sehingga penulis senantiasa diberikan pertolongan dengan kepandaian dalam memaknai kehidupan ini dengan Fi'lul Khair. Dan atas istizan-Nya pula semua ini dapat Wujud di Negeri yang Suci Ini.


Salam...



Jakarta, 18 Agustus 2013





Wednesday, July 17, 2013

Titik Kejujuran, Nikmat Hidup Pemberian Ilahi

Salam...


Begitu luasnya bingkai hidup ini, hingga manusia tidak mempunyai kekuatan untuk meraihnya. Terkadang masih terlintas di dalam fikiran, apakah seperti ini kehidupan di dunia. Entahlah..., begitu banyak pertanyaan yang mengusik hati ini. Tiada satu manusia pun yang mampu menjawab Rahasia Ilahi.

Aku hanya seorang manusia yang terlahir dari keluarga biasa, mendapatkan pendidikan yang menurutku lebih dari cukup semasa kecil hingga menjadi dewasa. Dari semua pengajaran baik yang pernah aku dapatkan, ada beberapa hal yang hingga saat ini tak pernah ku tinggalkan dan ku lupakan.


1. Kita ini terlahir dari keluarga susah

Ya, demikianlah adanya. Tiada yang istimewa di dalam hidup ini. Begitu banyak hal yang telah dilalui, semuanya atas kehendak Ilahi. Orang tua sering berpesan untuk menjaga diri dimana pun kami berada, jangan menyombogkan diri dan harus tahu diri. Jangan bingung jika ada orang yang menunjukkan materinya yang berlimpah, dan jangan ikut-ikutan seperti mereka. Karena orang tua adanya seperti ini. Tidak bisa memberikan lebih dari yang ada hari ini.
Terkadang suka ikut suka ikutan sedih melihat perjuangan kedua orang tua untuk mendidik anaknya. Orang tua juga ikut mengalah untuk memenuhi keinginan pribadinya demi kepentingan keluarganya, terutama pendidikan anak-anaknya.
Demikianlah adanya, sejak kecil hingga hari ini, tiada niat untuk menjadi orang kaya secara materi punya ini dan itu. Karena sudah demikian yang tersimpul di dalam jiwa ini. Jadi sudah “kebal”, jika melihat yang demikian. Terkadang sering berfikir barang sejenak, seperti ini sudah lebih dari cukup. Lalu apa lagi yang mau di cari. Seolah-olah membatasi diri untuk tidak memiliki ini dan itu, yang kebanyakan hanya sebagai pemanis hidup saja. Setiap saat selalu teringat pesan orang tua yang menghantarkan diri ini ke masa lalu, kakek dan nenek yang hidup di dusun dengan segala keterbataan fasilitas kehidupan pada saat itu. Tuhan Maha Adil, karena telah menganugerahkan diriku yang selalu ingat akan pesan kedua orang tua yang sangat-sangat bermanfa'at.



2. Makan nasi harus habis, Nenek dan Kakek sudah capek menanam padi di sawah

Bagi diruku pernyataan itu sungguh menakutkan. Saat kecil selalu di ingatkan jika makanan yang ada tidak dihabiskan. Selalu tersimpan di dalam memori otak ini, jika makanan tidak dihabiskan sama saja dengan tidak menghargai jerih payah Nenek dan Kakek di kampung. Alhamdulillah... hingga saat ini hal itu selalu menjadi prinsip hidupku untuk menghabiskan setiap makanan yang dimakan, meskipun dalam keadaan sakit. Aku selalu bersyukur kepada Allah, atas Ni'mat dan Karunia-Nya yang berlimpah.
Sering melihat makanan yang tidak dihabiskan di beberapa tempat makan oleh orang-orang yang memakannya. Diriku selalu berfikir, begitu teganya mereka tidak menghabiskan makanan atas rezeki Tuhannya yang begitu banyak. Terkecuali, makanan yang tidak habis itu diberikan kepada ternak, diriku masih bisa menerimanya. Demikian pula dengan minum, juga harus dihabiskan. Karena masih banyak saudara-saudara kita di tempat lain yang masih kekurangan air.



3. Jangan ikut-ikutan yang tidak baik, karena akan membuat malu diri dan keluarga

Kedua orang tua kami telah mengajarkan kami untuk bertanggung jawab atas apa yang kami kerjakan. Mereka memberikan kepercayaan kepada kami untuk menjalani kehidupan ini semasa sekolah, meskipun kami hidup jauh dari orang tua. Alhamdulillah, begitu banyak kehidupan dunia yang mempengaruhi diri ini mengajak kami kepada hal-hal yang tidak baik, namun kami tidak terpengaruh olehnya. Padahal, jika kami mau, kami bisa mengikutinya. Sekali lagi diriku berterima kasih kepada kedua orang tua ku, atas pendidikan dan pengajaran yang mereka berikan kepadaku sejak kecil dulu. Kepercayaan itu tak terhingga nilainya, maka dari itu diriku selalu memegang teguh amanah tersebut. Tidak sedikit kejadian di lingkungan ini yang menjadi bukti nyata, jika diriku tidak ta'at kepada pengajaran positif dari kedua orang tua.


4. Bantulah orang-orang yang harus di bantu, karena membantu orang lain itu tidak akan mengurangi rezeki dari Tuhan.

Hal ini membuat diriku belajar menjadi seorang manusia yang senang berbagi hal-hal yang positif, senang berbagi informasi dan membantu sebisa ku atas masalah yang mereka hadapi. Diriku selalu memposisikan diri seperti mereka, agar diriku dapat merasakan apa yang sebenarnya mereka alami. Aku sering tersadar bahwa, masih banyak orang-orang yang membutuhkan bantuan ku atas kesusahan yang mereka rasakan. Aku bersyukur karena Allah masih melimpahkan akal yang sehat dan jiwa kuat untuk berbagi kepada mereka yang sedang kesusahan, tanpa melihat latar belakang kehidupan mereka.

Titik kejujuran itu ada di dalam diri manusia, dan diriku menyadari hal itu sebagai tempat dimana kebaikan itu dimulai. Atas kebaikan Tuhan yang telah menganugerahkan Hidayah-Nya kedalam diriku menjadikan ku sebagai manusia yang selalu belajar menghargai Rabb-nya dan Ciptaan-Nya.


Salam...



Jakarta, 17 Juli 2013